Jakarta sedang
panas-panasnya. Matahari terasa tepat berada di atas kepala. Namun, beberapa
penjaja sepeda
onthel di kawasan Kota Tua Jakarta tak lelahnya berkata,
“Bu, Neng, Bang, sepedanya? Dua puluh ribu
aja.”
Saat memasuki kawasan Kota Tua Jakarta dengan luas
1.3 km2, kita seolah ditarik ke masa lampau. Terdapat sebuah
bangunan besar dan sentral zaman dulu ketika kita berjalan dari stasiun Jakarta
Kota. Ialah Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah yang merupakan
balaikota ketika itu. Di depannya, terdapat lapangan luas dengan puluhan
pedagang makanan ringan hingga makanan berat yang terjaja rapi di sudut jalan.
Tak hanya pedagang makanan, penjaja barang dan jasa pun terlihat di sana.
Sayup-sayup lagu yang ditembangkan beberapa pengamen pun menambah ramai
suasana.
Namun, ketika
kita berada tepat di lapangan Museum Fatahillah, mata akan melihat ratusan
sepeda onthel bahkan sepeda tandem dengan warna-warni yang sedap
dipandang. Ratusan topi zaman dulu pun tertata apik di atas sepeda sebagai
pelengkap bila kita ingin mengitari kawasan Jakarta tempo dulu. Topi anyaman ala noni Belanda untuk pengunjung
wanita dan topi bulat ala bangsawan Belanda untuk pengunjung pria. Jadi tak perlu takut kepanasan bukan jika sudah tersedia topi untuk
melindungi kepala kita dari serangan matahari?
Mungkin tak banyak
yang mengetahui jika terdapat komunitas sepeda onthel. Komunitas yang diberi
nama Paguyuban Wisata Sepeda Onthel Kota Tua Jakarta sudah berdiri sejak tahun
2002 sebagai komunitas
yang mewadahi tukang ojek sepeda. Ketika itu, Darmono merupakan penggagas sekaligus ketua dari
paguyuban yang awalnya memiliki anggota sebanyak tujuh orang ini. Namun, tahun
2012 Darmono meninggal dunia dan digantikan oleh Isworo.
Paguyuban ini
memiliki program wisata yang diberi nama Wisata Sepeda Onthel Kota Tua Jakarta dan telah diresmikan oleh Fauzi Bowo pada
tahun 2008 sebagai Wisata Sejarah Kota Tua Jakarta. “Penyewaan sepeda sejak tahun 2008, pertama kali yang merintis itu
Onthel Sepeda, lama-lama dapat tanggapan sama Fauzi Bowo. Waktu itu
dikasih kenang-kenanganan topi jadul (zaman dulu-red) Belanda dan kaos,” ujar
Marzuki salah satu anggota Paguyuban Wisata Sepeda Onthel Kota Tua Jakarta.
Dalam periode 11 tahun berdiri, paguyuban tersebut memiliki 38
anggota ojek onthel yang
masing-masing memiliki tiga sampai sepuluh sepeda yang disewakan. Anda tidak
hanya dapat menemukan ojek sepeda onthel di lapangan Museum Sejarah
Jakarta, tetapi juga di depan kawasan Museum Bank Mandiri yang letaknya tak
jauh dari museum yang dibangun pada zaman kekuasaan
Gubernur Jendral Joan van Hoorn (1704-1709).
Ada yang menarik dari wisata sejarah murah meriah ini, Anda tinggal
memilih paket yang sesuai dengan kantong Anda dari tiga pilihan yang ada. Paket
pertama adalah Paket Wisata Sejarah. Pada paket ini, Anda dibawa berkeliling
Kota Tua Jakarta menggunakan sepeda ontel beserta aksesori yang
disediakan.
Paket
kedua adalah paket Keliling Museum Sejarah Jakarta. Untu paket ini, Anda dibebaskan memakai
sepeda onthel di area lapangan Museum
Sejarah Jakarta beserta aksesori. Sedangkan untuk paket terakhir terdapat paket Photo
Session. Jika Anda memiliki keperluan sesi foto untuk kepentingan buku
tahunan, prawedding, dan keperluan lainnya dengan latar zaman
penjajahan, paket inilah yang paling pas!
Masalah harga?
Tenang! Anda tak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk menyewa sepeda yang banyak digunakan pada zaman Hindia Belanda
tersebut. Untuk paket pertama Anda hanya merogoh kocek Rp35.000 per jamnya.
Untuk paket kedua, silakan nikmati dengan harga Rp20.000, sedangkan untuk paket
ketiga Anda harus mengeluarkan Rp100.000 untuk pemakaian
sepeda beserta aksesorinya hingga sesi foto selesai. Jadi dengan jumlah 297 armada sepeda onthel, Anda bisa
bebas memilih sepeda dengan warna kesukaan Anda. Seru bukan?
Sangat disarankan untuk Anda yang ingin “mengayuh” seluruh kawasan
Kota Tua untuk memilih paket wisata yang pertama. Anda dapat menikmati suasana
lengkap dengan penjelasan dari ojek sepeda onthel dengan lima rute yang
dianggap sebagai tempat bersejarah bagi perjalanan kota Jakarta di masa
kolonial Belanda.
Lima rute tersebut adalah Museum Sejarah
Jakarta (Museum Fatahilah), Menara Syahbandar yang berfungsi sebagai pemandu
kapal yang keluar-masuk Batavia sebelum Pelabuhan Tanjung Priok didirikan,
Jembatan Kota Intan atau dulu lebih dikenal dengan jembatan Inggris, Toko Merah
yang merupakan bangunan kembar yang terdapat di tepian Kali Besar Barat yang
ketika itu digunakan sebagai tempat pembantaian masyarakat Tionghoa, dan Museum
Bahari.
“Enaknya
di sini enggak ada tuh pemungutan uang untuk cari kerja di sini. Kalau ada
wajarlah ya, tapi dari pihak museum enggak minta sama sekali,” jawab Marzuki
ketika ditanya perihal uang sewa. “Ya, harapan saya mudah-mudahan makin lama makin rame pengunjung, jadi bisa ngenal
Kota Tua,” tutupnya.
Oh
ya, sangat disarankan untuk datang pagi atau sore hari jika Anda tidak ingin diserang
rasa panas. Tenang, paguyuban ini buka pukul 08.00-17.30 WIB pada hari
Senin-Jumat dan tutup pukul 22.00 WIB untuk Sabtu dan Minggu. Jadi, apa lagi
yang Anda tunggu? Tak ada alasan untuk tidak pergi ke Kota Tua dan nikmati
murahnya paket wisata yang ada. Segera “kayuh” Kota Tua dengan sepeda onthel!